Nama : Santi
Setiyowati
NPM : 1A514007
Kelas : 3PA11
Psikologi Manajemen
Analisis Masalah dan Kasus MSDM
·
Kasus MSDM 1 (Masalah Ekonomi Global) :
Sarolangun — Puluhan
karyawan PT Sarolangun Prima Coll (SPC) di Kampung Pulau Pinang, Kecamatan
Sarkam, Sarolangun, mengaku pasrah pada nasib mereka. Pasalnya, perusahaan
pertambangan batubara tempat mereka bekerja sedang melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK) terhadap karyawannya. Data yang diperoleh infojambi.com menyebutkan,
sebanyak 36 orang karyawan yang bekerja di PT SPC terkena PHK. Humas PT SPC,
Saypul, membenarkan soal pengurangan karyawan di perusahaan mereka, karena
perusahaan menghentikan aktifitas produksi, dan hanya melakukan eksplorasi
saja.
“Saat ini kami sedang
melakukan pengurangan karyawan, mengingat besarnya biaya operasional yang harus
dikeluarkan. Sementara harga batubara saat ini menurun sangat drastis, sehingga
pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran,” terang Saypul.
Menurut Saypul, PHK
dilakukan perusahaan sesuai prosedur. Karyawan dianjurkan membuat surat
pengunduran diri, dan perusahaan akan memberi uang pesangon sesuai masa kerja
dan mengeluarkan surat pengalaman bekerja terhadap semua karyawan yang
di-PHK.
“Biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk pesangon karyawan yang di-PHK mencapai ratusan
juta rupiah. Saat ini jumlah karyawan yang masih berstatus pekerja di PT SPC
tinggal enam orang,” jelas Saypul.
ü
Analisis
Kasus di atas
merupakan kasus dalam manajemen sumber daya manusia tentang aktivitas
pemberhentian kerja atau PHK. PHK yaitu suatu sistem pada perusahaan dimana
sistem ini dilakukan dengan cara pemutusan hubungan kerja seorang karyawan
dengan organisasi perusahaan tersebut. Pada kasus di atas, dapat dipahami bahwa
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan adalah karena adanya faktor
yang dikaitkan dengan masalah ekonomi global yaitu menurunnya harga batu bara
di global, sehingga perusahaan tidak mampu lagi membayar upah karyawan. Menurut
saya PHK pada perusahaan ini sudah sangat adil atau sesuai dengan ketentuan
undang-undang sebab dapat dilihat bahwa perusahaan :
1.
Perusahaan tidak
semena-mena melakukan pemberhentian. Perusahaan juga memiliki alasan yang jelas
dan diperbolehkan oleh undang-undang dalam melakukan PHK, yaitu karena
terhentinya produksi sehingga menimbulkan perusahaan menanggung biaya
operasional yang besar.
2.
PHK dilakukan sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang.
3.
PHK di awali dengan
pemberitahuan yaitu karyawan dianjurkan untuk membuat surat pengunduran diri.
4.
Perusahaan memberikan
uang pesangon sesuai dengan masa kerja dan mengeluarkan surat pengalama bekerja
kepada seluruh karyawan.
5.
Uang pesangon yang
dikeluarkan perusahaan terhitung banyak, mencapai ratusan juta rupiah.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa pada aktivitas pemberhentian kerja di atas perusahaan sudah memenuhi
syarat dari ketentuan undang-uundang. Karena perusahaan sudah melakukan kewajibannya
sesuai dengan prosedur. Selain itu, peraturan yang mengikat mengenai pemutusan
hubungan kerja dan karyawan juga mendapatkan hak yang selayaknya dalam proses
pemberhentian kerja dan kasus ini termasuk ke dalam masalah ekonomi global yang
terkait dengan turunnya harga batu bara.
·
Kasus MSDM 2 (Masalah
Eksternal)
Pembabatan
hutan adat di Kalimantan Tengah terus berlangsung seperti terjadi di kawasan
hutan Tamanggung Dahiang di Desa Tumbang Dahui, Kecamatan Katingan Hulu,
Kabupaten Katingan pada bulan awal November 2002. Kejadian ini sebenarnya telah
diketahui oleh seorang tokoh desa bernama Salin R. Ahad yang kemudian
permasalahan ini dilaporkan ke Polda, Kejaksaan Tinggi, dan DPRD Propinsi
Kalteng yang dianggap menginjak-injak harga diri masyarakat adat dan
hukum-hukum adat setempat. Kemudian tokoh desa itu juga mengungkapkan
keterlibatan oknum-oknum BPD (Badan Perwakilan Desa) yang ikut membekingi dan
melakukan pembabatan hutan adat tersebut. Kejadian yang hampir sama terjadi
pada pertengahan bulan Juni 2002. 189 warga desa di wilayah Kecamatan Gunung
Purei, Kabupaten Barito Utara menuntut HPH PT. Indexim dan PT. Sindo Lumber
telah melakukan pembabatan hutan di kawasan Gunung Lumut. Kawasan hutan lindung
Gunung Lumut di desa Muara Mea itu oleh masyarakat setempat dijadikan kawasan
ritual sekaligus sebagai hutan adat bagi masyarakat dayak setempat yang
mayoritas pemeluk Kaharingan. Sebelum kejadian ini, telah diadakan pertemuan
antara masyarakat adat dan HPH-HPH tersebut. Namun setelah sekian lama ternyata
isi kesepakatan tersebut telah diubah oleh HPH-HPH itu dan ini terbukti bahwa
perwakilan-perwakilan masyarakat adat dengan tegas menolak dan tidak mengakui
isi dari kesepakatan itu. Selain itu, konflik yang terjadi antara mayarakat
desa Tumbang Dahui dengan perusahaan PT. Indexin dan PT. Sindo Lumber
disebabkan dengan hal-hal seperti berikut :
1.
Masalah tata batas yang tidak jelas dari dua
belah pihak
2.
Pelanggaran adat yang disebabkan
perusahaan tersebut
3.
Ketidakadilan aparat hukum dalam
menyelsaikan persoalan
4.
Hancurnya penyokong antara masyarakat adat
dan masyarakat hutan akibat rusak dan sempitnya hutan
5.
Tidak ada kontribusi positif pengelola
hutan dengan masyarakat adat dan masyarakat di sekitar hutan
6.
Perusahaan tidak melibatkan masyarakat
adat dan masyarakat di sekitar hutan dalam pengusahaan hutan.
ü Analisis
Pada
kasus ini dapat dilihat bahwa sangat berkaitan dengan masalah sumber daya
manusia secara eksternal (masalah eksternal). Masalah eksternal disini yaitu
adanya konflik perusahaan dengan kondisi di luar perusahaan yaitu masyarakat
sekitar dan penebangan kayu di hutan. Di kasus ini seharusnya aparat keamanan
yang bertugas melindungi masyarakat bisa menindak lanjuti kedua perusahaan
tersebut, karena perusahaan PT. Indexin dan PT. Sindo Lumber telah melanggar
tentang pengelolaan hutan. Selain itu, kesalahan kedua perusahaan tersebut
telah membabat habis hutan di kawasan gunung lumut tersebut, apalagi hutan
tersebut merupakan hutan lindung. Sedangkan untuk oknum BPD harusnya
menghalangi tindakan kedua perusahaan tersebut dalam pembabatan hutan. Agar
menghindari konflik dengan masyarakat sekitar, perusahaan juga seharusnya
bersikap baik dalam lingkungan sekitar. Seperti tidak melakukan pembabatan
hutan lindung. Lalu jika melakukan penebangan pohon di hutan, harus melakukan
reboisasi (penanaman ulang pohon) sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kedua perusahaan
juga harus hormat kepada masyarakat sekitar dan adat yang berlaku, karena
masyarakat Kalimantan terkenal dengan adatnya yang harus di jaga secara turun
menurun. Jika hal itu dilakukan oleh perusahaan, mungkin tidak ada yang namanya
konflik eksternal.
Komentar
Posting Komentar