Nama : Santi Setiyowati
NPM : 1A514007
Kelas : 3PA11
Tugas : Psikoterapi (Tugas 2)
A. Penjelasan
Psikopatologi pada Insomnia
Menurut DSM-IV-TR
insomnia termasuk ke dalam gangguan psikopatologi yang masuk ke kelompok
gangguan tidur disomnia. Insomnia adalah
kesulitan atau ketidakmampuan untuk tidur nyenyak. Hal ini dapat menyebabkan
iritasi dan kurangnya konsentrasi pada siang hari dan untuk jangka panjang,
kurang tidur dapat membahayakan jiwa seseorang (misalnya terserang sakit
jantung). Insomnia dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mana seseorang mengalami
kesulitan untuk tidur di malam hari dan mereka sering terbangun lebih awal dan
tidak dapat tidur lagi dengan nyenyak. Bahkan, ketika mereka tidur dalam jumlah
jam yang cukup banyak, mereka tetap merasa belum cukup tidur atau beristirahat
ketika bangun keesokkan harinya atau lebih sering disebut dengan tidur yang
nonrestoratif (Mark Durand dan David H. Barlow, 2007).
Insomnia
merupakan gangguan tidur yang dialami penderita dengan gejala selalu merasa
letih, lelah sepanjang hari, secara terus-menerus (lebih dari 10 hari)
mengalami kesulitan tidur, selalu terbangun di tengah malam dan sulit kembali
tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia yaitu susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu
bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Dalam penelitian dilaporkan bahwa di
Amerika Serikat terdapat sekitar 15% dari total populasi mengalami insomnia
serius.
Insomnia
dapat menyerang semua golongan usia. Angka kejadian insomnia meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Penyebabnya bersumber dari stress yang sering
menghinggapi orang yang memasuki dewasa akhir dan lanjut usia.
·
Faktor Penyebab Gangguan Insomnia
a.
Masalah psikis
Menurut
Mark Durand dan David H. Barlow (2007) faktor penyebab orang mengalami insomnia
yaitu depresi dan kecemasan. Sementara menurut Okuji, dkk. (2002), mengatakan
bahwa total tidur pada penderita insomnia sering kali berkurang. Penyebabnya adalah
depresi, penggunaan substansi, gangguan kecemasan dan demensia tipe Alzheimer.
b.
Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
Saling keterkaitan
antara penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan dianggap merupakan
salah satu faktor penyebab gangguan tidur. Dalam jumlah sedikit mengonsumsi alkohol
dianggap dapat membantu rasa kantuk, tetapi sekaligus menginterupsi tidur. Tidur
yang terinterupsi akan menimbulkan kecemasan yang pada akhirnya akan mebuat
orang berulang-ulang meminum alkohol. Selain itu, memiliki kebiasaan buruk
seperti makan, minum minuman keras, kopi menjelang tidur juga meberikan
kontribusi pada pembentukan insomnia.
c.
Lingkungan
Kondisi tempat
tinggal yang menggangu seperti tetangga yang selalu mebuat suara-suara
keributan atau ruang tidur dengan lampu yang terus menyala atau menggunakan
ranjang untuk kegiatan lain misalnya bekerja atau membaca buku juga dianggap
memberikan kontribusi pada insomnia.
·
Cara Mengatasi Insomnia
Beberapa tips yang
dilakukan untuk mengurangi gangguan insomnia, antara lain:
a.
Berolahraga teratur
b.
Hindari makan
dan minum terlalu banyak menjelang tidur
c.
Tidurlah dalam
lingkungan yang nyaman
d.
Kurangi mengonsumsi
minuman yang bersifat stimulan atau yang membuat terjaga seperti the, kopi,
rokok, dan alkohol.
e.
Makan-makanan
ringan yang mengandung sedikit karbohidrat menjelang tidur dan tambahkan
segelas susu hangat
f.
Mandilah dengan
air hangat 30 menit sebelum tidur
g.
Hentikan menonton
televisi, membaca buku, setidaknya sejam sebelum tidur
h.
Melakukan aktivitas
relaksasi dengan rutin seperti mendengarkan music, meditasi dan lain-lain
i.
Tidur dan
bangun dalam periode waktu yang teratur.
B. Terapi
Insomnia
a.
Terapi Farmakologi
Terapi
farmakologi diberikan kepada klien gangguan tidur kategori sedang dan berat
serta memerhatikan tingkat efek samping bagi kondisi fisik seseorang. Oleh sebab
itu, penggunaan obat-obatan harus benar-benar dipertimbangkan oleh para
terapis. Adapun jenis obat-obatan yang digunakan mengatasi gangguan tidur
adalah benzodiazepines yang mencakup estazolam (prosom), flurazepam (dalmae), quazepam (doral), temazepam (restoil), dan triazolam (halcion).
b.
Diagnosis Individual
Untuk menentukan
apakah seseorang memiliki gangguan tidur, pertama memerhatikan kebiasaan tidur
dan rutinitas sehari-hari. Dengan cara membuat catatan pola tidur dapat
membantu menyoroti faktor gaya hidup yang berkaitan dengan gangguan tidur,
membantu dokter, atau spesialis tidur. Catatan ini harus mencatat semua
informasi yang terkait dengan masalah tidur antara lain:
ü Total jam tidur yakni mulai waktu pergi tidur dan
bangun
ü Kualitas tidur yaitu saat pertama kali klien
terjaga dalam tidurnya
ü Aktivitas misalnya berada di tempat tidur dengan
mata tertutup atau bangkit, memiliki segelas susu, dan bermeditasi
ü Jenis dan jumlah makanan yang dimakan sebelum klien
tidur
ü Perasaan, suasana hati, rasa bahagia, sedih, stress,
kecemasan, dan pengunaan obat-obatan.
c.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Terapi kognitif-behavioral
(CBT) ialah suatu bentuk psikoterapi yang menangani masalah dengan memodifikasi
pikiran disfungsional atau destruktif, emosi dan pola perilaku. CBT adalah
perawatan yang relatif sederhana, yang bisa meningkatkan kualitas tidur dengan
mengubah perilaku klien sebelum tidur serta perubahan cara berpikir yang membuat
klien tertidur. Terapi ini juga berfokus pada peningkatan keterampilan
relaksasi dan mengubah kebiasaan gaya hidup. Sebuah studi di Harvard Medical School menemukan bahwa
terapi perilaku kognitif (CBT), termasuk latihan relaksasi dan penerapan
kebiasaan tidur yang baik lebih efektif mengobati insomnia kronis daripada resep
obat tidur. Penelitian ini menghasilkan perubahan dalam kemampuan tertidur dan
tetap tidur dan manfaat tetap bahkan setahun setelah pengobatan berakhir. Teknik
relaksasi yang dapat membantu tidur antara lain:
ü A relaxing
bedtime routine, yaitu teknik
yang berfokus pada tenang, aktivitas menenangkan, seperti membaca, merajut atau
mendengarkan musik lembut sebelum tidur.
ü Abdominal
breathing, ketika bernapas dalam
dan penuh yang melibatkan dada, perut, punggung bawah, dan tulang rusuk
dianggap dapat membantu bagian dari sistem saraf yang mengontrol relaksasi.
ü Progresi relaksasi pada otot, lebih mudah daripada
suara. Berbaringlah atau buatlah diri nyaman, yakni mulai dari kaki atau pada
otot-otot yang tegang. Tahan selama 10 hitungan, kemudian relaks dan lanjutkan
untuk melakukan ini untuk setiap kelompok otot dalam tubuh.
Referensi:
Pieter, Herri Zan., dkk.
(2011). Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan.
Jakarta: Kencana.
Komentar
Posting Komentar